Tuesday, April 10, 2018

Surveilans dan Sistem Pengendalian NIHL



Sebelum masuk ke dalam sistem pengendalian NIHL yang tepat, alangkah baiknya teman-teman membaca terlebih dahulu beberapa artikel berikut:

Tujuannya agar dapat memahami kenapa langkah berikut ini yang diambil sebagai tindakan pengendaliannya.


****
Sistem Surveilans Sumber Penyebab NIHL (e.g. Bising)

Menurut NIOSH dalam Kurniawidjaja (2011), surveilans adalah suatu usaha pengumpulan data secara sistematis dan berkelanjutan, analisis, serta interpretasi data. Menurut Departement of Labour Wellington (1994), surveilans bising perlu dilakukan dengan tujuan:
  1. Untuk mengidentifikasi pekerja yang terkena tinnitus dan gangguan ringan lainnya, agar gangguan pendengaran tidak berlanjut.
  2. Untuk memonitor efektifitas program pengendalian bising di tempat kerja.
  3. Untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi pekerja terutama pekerja yang berisiko.

Surveilans bising dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Surveilans kesehatan pekerja

Surveilans kesehatan pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan pekerja penting dilakukan sebelum penempatan kerja, secara berkala dan pensiun. Sebelum penempatan kerja berguna sebagai pertimbangan dalam memposisikan pekerja di tempat kerja serta sebagai baseline data tiap pekerja. Pemeriksaan secara berkala dilakukan sebagai deteksi dini penyakit dan pengontrolan kesehatan pekerja. Sedangkan pemeriksaan kesehatan pensiun dilakukan agar mengetahui perbedaan kesehatan pekerja saat masuk dan keluar dari pekerjaaan. Pengukuran nilai abang pendengaran pekerja dapat dilakukan dengan audiometri, sedangkan mengukur tingkat pajanan pada pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan Noise dose meter (Buchari, 2007). Pengukuran ini harus dilakukan secara berkala tiap 2 tahun sekali. (Departement of Labour Wellington, 1994)

2. Surveilans lingkungan kerja

Surveilans tempat kerja dapat dilakukan dengan menggunakan sound level meter dan dilengkapi dengan octaveband analyzer (Kurniawidjaja, 2011). Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kebisingan di tempat kerja. Hal ini juga berguna untuk membuat noise mapping, dan lain-lain.




Program pencegahan dan pengendalian NIHL (Hearing Loss Prevention Program)


Bahaya di tempat kerja selalu menjadi bayang-bayang yang mengerikan bagi pekerja. Beberapa bahaya yang ada di tempat kerja berupa bahaya lingkungan, bahaya perilaku, bahaya somatik, bahaya ergonomik, dan bahaya psikososial (Kurniawidjaja, 2011). Namun dalam konteks kali ini kita membicarakan tentang bahaya fisik yaitu bising. Bahaya bising menjadi salah satu perhatian khusus di tempat kerja. Bahaya bising ini harus dikendalikan agar dapat meminimalisasi resiko. Salah satu pencegahan bahaya bising ini adalah program pencegahan gangguan pendengaran. “Program pencegahan gangguan pendengaran adalah program yang diterapkan di lingkungan tempat kerja untuk mencegah gangguan pendengaran akibat terpajan kebisingan pada pekerja” (Bashirudin, 2009). 

Program pencegahan gangguan pendengaran terbagi menjadi 6 komponen, yaitu :

a. Identifikasi dan analisis sumber bising

Tujuan survey bising ini yaitu untuk mengetahui bising yang melebihi nilai ambang batas, mengetahui apakah bising mengganggu komunikasi pekerja, mengetahui pekerja yang paling beresiko pajanan bising, dan perlukah untuk menjalankan program pencegahan gangguan pendengaran di tempat tersebut. Ada 2 survey bising ini yaitu suvey area dan survey dosis pajanan. Survey area yaitu melakukan pengukuran di lingkungan kerja. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sumber bising yang melebihi nilai ambang batas dan menentukan langkah selanjutnya. Selain itu, survey area ini juga berguna untuk membuat peta bising. “Peta bising ini biasanya diberi warna berbeda beda untuk warna hijau kurang dari 80 dbA, warna kuning 81 dbA sampai dengan 85 dbA, orange 85 dbA sampai dengan 88dbA, merah muda 88 dbA sampai dengan 91 dbA, merah 91 dbA sampai dengan 94 dbA, dan merah tua melebihi 94dbA” (Bashirudin, 2009).

Selain survey area ada pula survey dosis pajanan. Survey dosis pajanan ini memilliki tujuan untuk mengetahui kelompok pekerja yang beresiko dan memerlukan pemantauan dosis pajanan hariannya. Alat alat yang baiasanya digunakan untuk identifikasi dan analisis sumber bising yaitu sound level meters, noise dosimeters, dan octave band analyzers.


b. Pengendalian teknis dan pengendalian administratif

Pengendalian terdiri dari pengendalian secara teknik dan pengendalian secara administratif. Bahaya kebisingan ini juga dapat dilakukan dengan pengendalian secara teknik dan administratif. Untuk pengendalian secara teknik dilakukan dengan penggantian mesin yang lebih rendah tingkat kebisingannya, atau dapat melakukan isolasi sumber bising dengan sound box dan sound enclosure. Menurut OSHA, pengendalian teknis yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan mesin yang tingkat kebisingan rendah, mengganti peralatan, memelihara dan melumasi peralatan, serta menempatkan penghalang antara sumber bising dengan pekerja.

Sedangkan menurut OSHA, pengendalian administratif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya bising yaitu mengoperasikan mesin yang bising ketika sedikit pekerja yang ada di tempat kerja, membatasi waktu pekerja yang berada di tempat bising, menyediakan tempat yang tenang untuk pekerja yang bekerja di tempat bising, memberikan jarak antara pekerja dengan sumber bising. Namun, sebaiknya tidak dilakukan rotasi kerja misalnya: pekerja yang biasanya bekerja di tempat yang memiliki bising yang tinggi ditempatkan pada pekerjaan yang memiliki bising yang rendah. Hal ini dapat menimbulkan kasus baru terhadap penurunan pendengaran akibat bising.

Selain itu pengendalian secara administratif juga termasuk penggunaan alat pelindung diri. seperti yang dijelaskan pada UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 (f) syarat dari keselamatan kerja adalah menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja. Dalam bahaya kebisingan ini, Alat pelindung diri ini harus digunakan pada pekerja yang terpajan bising melebihi 85 dBA.

Namun alat pelindung diri ini selalu bermasalah dengan masalah kenyaman pekerja yang menggunakannya, komunikasi pekerjanya, dan ketidakmampuan mendengar sinyal. Maka dari itu perlu disesuaikan dengan pekerjanya.


c. Tes audiometri

Tes audiometri adalah pemeriksaan screening pendengaran. Ini dilakukan agar dapat melakukan pertolongan dini terhadap pekerja dan mengetahui gangguan pendengaran oleh pekerja. Tes audiometri dilakukan dengan membandingkan antara data pertama yang diberikan dilakukan dengan data tahunan pekerja. Data pemeriksaan pertama dilakukan sebelum bekerja.”Pemeriksaan audiometri ini dilakukan dalam 3 syarat yaitu alat audiometric yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang dan pemeriksa yang cukup handal” (Basharudin, 2009). Audiometri dilakukan pada saat:
  1. Sebelum memulai kerja
  2. Ditugaskan pada daerah yang memiliki bising lebih dari 85 dBA, ini harus dilakukan satu tahun sekali.
  3. Pemutusan hubungan kerja.

d. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Komunikasi, informasi dan edukasi ini merupakan salah satu pengendalian administratif, namun KIE ini sangat dibutuhkan di tempat kerja. Maka dari itu, KIE memisah sendiri dari pengendalian administratif (Kurniawidjaja, 2012). Pemberian Informasi dan edukasi juga harus dikomunikasikan baik pada pekerja juga pada pimpinan perusahaan agar dapat mengerti bahwa pekerja membutuhkan penanganan terhadap bahaya bising ini. Komunikasi, Informasi dan Edukasi ini diberikan agar para pekerja mengerti dan lebih peduli terhadap pentingnya pemeliharaan kesehatan pendengaran. Ada 2 bentuk KIE ini yaitu pelatihan dan pemberitahuan. Pelatihan diberikan agar pekerja mengerti fisiologis pendengaran dan perlindungan pendengarannya. Sedangkan pemberitahuan seperti poster yang menyatakan bahwa tempat tersebut berbahaya memiliki kebisingan tinggi.


e. Pencatatan dan Pelaporan

“Pencatatan dan pelaporan mencakup analisis frekuensi sumber bising, sketsa plotting hasil pengukuran, pembuatan garis countour bising, denah lingkungan kerja, sumber bising, lama pajanan, kelompok pekerjaan, dosis pajanan harian dan upaya pengendalian” (Bashirrudin, 2009).

Menurut OSHA form 300 dikatakan NIHL jika terjadi perubahan ambang pendengaran terhadap baseline rata rata 10 dBA. Selain itu catatan tambahan adalah data pergeseran pendengaran pekerja baik pada 2000,3000, maupun 4000 hertz dan tingkat pendengaran seluruh karyawan terjadi pergeseran pendengaran pekerja sebesar 25 dBA pada 2000,3000, dan 4000 hertz di telinga yang sama.

Program juga harus mencakup dokumentasi dari seluruh komponen program pencegahan gangguan pendengaran ini. Catatan ini harus dijaga paling tidak selama 2 tahun dan catatan pengujian audiometri.


f. Evaluasi program

Program ini dapat diukur tingkat keberhasilannya yaitu kepatuhan pelaksanaan program, tingkat kebisingan di lingkungan kerja, insidens dan prevalens kasus NIHL (Noise Induced Hearing Loss).





Semoga bermanfaat,

Salam,
Anak KaTiga



-------
Referensi:

- Bashiruddin, J. 2009, ‘Program konservasi pendengaran pada pekerja yang terpajan bising industri’, Majalah Kedokteran Indonesia, [online], vol. 59, no.1, pp. 16-19. Dari: indonesia.digitaljournals.org/index.../609

- Bucheri. 2007. Kebisingan, [online] Dari : http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf


- Departement of Labour Wellington New Zeland. 1994. Noise-Induced Hearing Loss of Occupational Origin: A Guide for Medical Practitioners, [online], Occupational Safety and Health Service, pp. 20-23. Dari: http://www.osh.dol.govt.nz/order/catalogue/pdf/nihl.pdf

- Kurniawidjaja. 2011, Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI-Press.

No comments:

Post a Comment

Rekomendasi Artikel Lain Untuk Anda: