Thursday, March 29, 2018

Contoh Proses Manajemen Risiko dengan Prinsip ALARP pada Pekerjaan Marshaling


Seperti yang telah dijelaskan pada postingan sebelumnya mengenai 5 komponen proses kerja beserta analisisnya dalam suatu contoh pekerjaan yaitu Marshaling pada pilot di bandara, maka dapat dilakukan proses manajemen risiko terhadap pekerjaan Marshalling tersebut dengan pendekatan prinsip ALARP.

Pekerjaan yang akan dilakukan analisis adalah kegiatan memandu pesawat (marshaling) agar dapat parkir ke area parking stand dan atau saat pesawat akan meninggalkan area parking stand menuju runway. Proses memandu ini dilakukan dengan memberikan hand signal dan dapat ditambah dengan bantuan hand stick yang dipegang di tangan agar proses pengarahannya dapat terlihat oleh pilot dari area yang cukup jauh.


Berikut adalah contoh tabel manajemen risikonya:



Semoga Bermanfaat,

Salam,

Analisis Komponen Proses Kerja dengan Komponen K3 menurut ILO dan WHO (Contoh Kasus: Marshalling)

Setelah sebelumnya kita telah mengetahui definisi K3 menurut ILO/WHO, dimana K3 itu merupakan suatu siklus rangkaian tahapan proses kerja yang harus ada di lingkungan kerja dimulai dari tindakan promosi (promotion), pencegahan (prevention), perlindungan (protection), penempatan (placing) dan adaptasi (adaptation) serta pemeliharaan (maintenance) dan kemudian kembali lagi ke tindakan promosi, serta kita juga telah mengetahui  5 komponen proses kerja, yaitu People, Equipment, Materials, Work Methode, dan Environment dengan contoh penerapannya pada pekerjaan Marshalling di area bandara, maka kemudian kita juga perlu menganalisis kaitan komponen proses kerja ini dengan komponen definisi K3 yang disebutkan oleh ILO dan WHO.


Source: http://attdubai.com/wp-content/uploads/2013/01/Marshalling-and-Signaling.jpg


1) Promosi 
  • Pemasangan safety sign seperti safety cone pada area parking stand (seperti di dekat engine di sayap, area dekat roda dan dibawah garbarata) agar penumpang dan pekerja di area lain tidak melewati safety cone tersebut saat akan naik pesawat dan berada di sisi pesawat 

  • Pemberian training/pelatihan kepada petugas tentang bekerja aman di area ramp 

  • Membagikan bulletin safety kepada seluruh pekerja, baik itu dalam bentuk softcopy atau hardcopy. 

  • Mensosialisasikan SOP kerja aman kepada pekerja agar jangan mendekati area terutama dekat engine yang sedang running ketika selesai memberikan marshalling karena pekerja dapat terhisap kedalam engine 


2) Pencegahan 
  • Pembuatan garis-garis (line safety) berwarna berbeda pertanda zona tersebut adalah zona yang berbahaya, seperti pembuatan garis berwarna merah di area parking stand dimana area tersebut akan menjadi area berbahaya ketika garbarata di gunakan diatasnya.
  • Pemandu (marshaller) harus dalam posisi yang teramati oleh flight crew yang akan dipandu dan menjaga kontak komunikasi visual sampai pesawat benar-benar berhenti.
  • Pemasangan chock pada roda pesawat di saat pesawat sedang parkir agar pesawat tidak bergerak dan membahayakan pekerja lainnya 


3) Perlindungan 
  • Membagikan APD seperti penutup telinga dengan tipe yang sudah disahkan oleh Departemen Kesehatan, high vest jacket, alat-alat marshall yang sesuai standard dan dapat menyala, dan APD lainnya . 


4) Penempatan dan Adaptasi 
  • Pekerja yang menjadi marshaller harus lah pekerja yang mempunyai keahlian khusus dan terlatih untuk melakukan marshalling, serta memiliki lisence yang valid dan sah. 


5) Pemeliharaan 
  • APD yang digunakan seperti penutup telinga tipe headset dan microphone harus secara berkala disterilkan, alat-alat lainnya juga harus dirawat agar disaat bekerja dapat berfungsi dengan benar (seperti batrai pada beacon genggam)
  • Memfasilitasi pekerja untuk dapat melakukan perpanjangan lisence nya agar di saat bekerja lisence belum expired
  • Melakukan audit, surveillance, dan investigasi secara berkala agar dapat memastikan semua kegiatan berjalan lancar



Semoga Bermanfaat,

Salam

5 Komponen Proses Kerja beserta Contoh di Lapangan Kerja

Lima komponen suatu proses kerja adalah 
  1. People yaitu orang atau pekerja yang melakukan pekerjaan, 
  2. Equipment/tools yaitu mesin dan alat-alat kerja lainnya yang digunakan untuk mendukung proses kerja,
  3. Materials yaitu bahan-bahan yang digunakan dalam pekerjaan  
  4. Work Methode yaitu merode atau cara yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk organisasi dan budaya di temat kerja yang mampu mendukung pengerjaan pekerjaan lebih baik ataupun malah lebih buruk apabila wok methode-nya buruk 
  5. Environment merupakan lingkungan disekitar area kerja pekerja



Contoh salah satu jenis pekerjaan yang akan dibahas disini adalah kegiatan memandu pesawat (marshailing) untuk parkir ke area parking stand dan atau saat pesawat akan meninggalkan area parking stand mennuju runway. Pesawat memiliki ukuran dan berat yang besar sehingga sangat sulit untuk berhenti dan bergerak/berjalan secara tiba-tiba atau juga melakukan pergerakan di area yang sempit. Sehingga dibutuhkanlah bantuan komunikasi dari pihak ground handling untuk membantu mengarahkan pesawat yang berada di ramp area ini ke tujuannya, seperti saat pesawat telah selesai landing kemudian bergerak menuju parking stand dan saat pesawat akan keluar dari parking stand menuju landasan pacu (runway) untuk take off. 


Source: http://attdubai.com/wp-content/uploads/2013/01/Marshalling-and-Signaling.jpg


Pengarahan pesawat ini dilakukan dengan berkomunikasi menggunakan isyarat tangan atau lebih dikenal dengan prosedur Hand Signaling (Marshalling). Adapun hal-hal yang terkait dengan work system pada pekerjaan ini adalah:

1) People

Pekerja/petugas ramp yang diminta memandu parkir pesawat haruslah sudah terlatih dan memiliki sertifikat (lisence) yang dikeluarkan oleh Direktorat Keselamatan Penerbangan Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan. Lisence ini juga harus dilakukan perpanjangan secara berkala.


2) Equipment

Alat-alat yang dibutuhkan oleh marshaller ini adalah rompi keselamatan (high vest) yang dapat memantulkan cahaya, helmet dengan penutup telinga (earplug dan earmuff) untuk melindungi pekerja dari bahaya bising engine pesawat, safety glasses, sarung tangan, tongkat marshalling, dan beacon genggam yang dapat menyala.


3) Materials

Bahan-bahan yang dipakai adalah SOP No.S-OS-014 tentang tanda isyarat tangan yang baku, dan lembar checklist pelaporan pelaksanaan tugas serta stick pembantu perpanjangan tangan agar pilot dapat melihat sinyal arahan dari jauh.


4) Environtment

Pekerjaan dilakukan di area RAMP atau sering disebut dengan apron bandara, yaitu daerah selain landasan pacu (runway) dan taxi area, dimana pada daerah tersebut dilaksanakan juga kegiatan seperti presiapan teknis pesawat, pengisian bahan bakar, menaikan dan menurunkan bagasi, menaikan makanan, suplai air, dll. Area ini harus bersih dari segala macam FOD (Foreign object damage), baik berupa sampah, sekrup, baut, dll.


5) Work Methode

Setiap sebelum melakukan pekerjaannya, marshaller wajib menggunakan dahulu APD nya. Kemudian di ramp area, marshaller berdiri di daerah yang dapat dilihat oleh pilot untuk memberikan komunikasi, kemudian mulailah memberikan sinyal kepada pilot untuk terus berputar, memperlambat, berhenti, mematikan mesin sehingga pesawat parkir atau sinyal-silnyal lainnya sesuai SOP saat pesawat akan menuju landasan pacu dengan menggunakan tangan dan atau tongkat marshall.


Untuk analisis lebih lanjut dan implementasinya berdasarkan komponen K3 yang ada dalam definisi K3 menurut ILO/WHO dapat Anda klik disini

Serta untuk melihat proses manajemen risiko terhadap pekerjaan Marshalling ini berdasarkan penerapan prinsip ALARP terhadap manajemen risiko dapat Anda klik disini



Semoga Bermanfaat,

Salam,

Apa itu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut ILO/WHO?


Source: http://seputarpengertian.blogspot.co.id


Definisi K3 menurut ILO/WHO adalah 

"The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well- being of workers in all occupations; the prevention among workers of adverse effects on health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job."

Dapat disimpulkan bahwa definisi K3 menurut ILO/WHO diatas merupakan suatu siklus rangkaian tahapan proses kerja yang harus ada di lingkungan kerja dimulai dari tindakan promosi (promotion), pencegahan (prevention), perlindungan (protection), penempatan (placing) dan adaptasi (adaptation) serta pemeliharaan (maintenance) dan kemudian kembali lagi ke tindakan promosi, yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan di lingkungan kerja serta berlaku untuk semua tingkatan pekerja dan orang yang berada disekitarnya.


Definisi K3 menurut ILO/WHO ini memiliki 5 (lima) kata kunci yaitu promosi, pencegahan, perlindungan, penempatan dan adaptasi serta pemeliharaan. Maksud dari setiap kata kunci ini adalah:

a. Promosi

Merupakan program atau usaha untuk menyampaikan, meningkatkan kesadaradan dan mengajak seluruh orang yang terlibat dilingkungan kerja untuk berkomitmen akan pentingnya menjaga kondisi dan suasana kerja yang sehat dan aman. Contoh kegiatannya adalah safety campaign; pemasangan poster-poster atau sign dan pembagian bulletin yang isinya mengenai masalah kesehatan, keselamatan, mengingatkan mengenai pemakaian APD, zona convince space; pelaksanaan safety induction, safety talk dan lain sebagainya. Pelatihan atau kursus-kursus keahlian tertentu juga termasuk didalam promosi.


b. Pencegahan

Merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau kesakitan akibat kondisi kerja. Misalnya adalah dengan membuat prosedur kerja aman, memberikan batas yellow line/police line untuk wilayah – wilayah yang berbahaya untuk dimasuki, atau misalnya untuk mengurangi kebisingan dari suatu mesin dengan memberikan cover peredam kebisingan. Bisa juga dengan memberikan rambu atau tulisan yang mengingatkan bahaya seperti ATTENTION, DANGER, WARNING, SLIP, dan lain sebagainya.


c. Perlindungan

Merupakan upaya untuk melindungi diri pekerja dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan dan kesakitan. Contoh yang paling mudah adalah pemakaian APD, baik berupa helm, sarung tangan, kacamata, masker, ear plug dan sebagainya yang berfungsi melindungi diri agar dapat meminimalisasi tingkat fatality apa bila terjadi suatu accident.


d. Penempatan dan Adaptasi

Merupakan usaha untuk menempatkan seseorang/pekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing individu. Misalnya dengan melakukan tes psikologi untuk menempatkan seseorang di suatu pekerjaan, atau dengan tes medical checkup agar seseorang dapat bekerja sesuai dengan status kesehatan, kemampuan dan keahliannya agar dapat menghasilkan kerja yang maksimal.


e. Pemeliharaan

Merupakan usaha untuk menjaga dan mempertahankan suatu kondisi sehat, aman dan nyaman ditempat kerja agar dapat terpelihara dengan baik bahkan jika mungkin dapat menjadi suatu budaya atau culture kerja yang safety dan healthy. Contoh dari kegiatan ini adalah dengan inspeksi rutin terhadap pekerja atau pun alat / mesin. Pada pekerja misalnya dengan pengecekan kebiasaan pemakaian APD, kursus-kursus maupun training. Untuk alat / mesin, secara berkala di service dan di cek ulang kondisinya.



Semoga Bermanfaat

Salam,

Cara Menganalisis Program Promosi K3 - Contoh Kasus: Penerbitan "Monthly Safety Bulletin"


Setelah sebelumnya kita mengetahui tujuan dan tatacara pembuatan "Monthly Safety Bulletin" yang merupakan bagian dari kegiatan promosi K3 dalam suatu perusahaan. Maka selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menganalisis apakah program tersebut bagus atau tidak, perlu dilanjutkan atau tidak, atau ada yang perlu diperbaiki, serta bagaimana langkah-langkah yang benar dalam proses penyusunannya hingga penerbitan dan penyebarannya supaya target yang di tuju dari buletin ini dapat tepat sasaran.

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan siklus sistem manajeman yang umum digunakan yaitu siklus PDCA Deming untuk mengetahui proses siklus dari Program APD. Siklus Deming merupakan siklus peningkatan proses (Process Improvement) yang berkesinambungan atau berkelanjutan secara terus menerus seperti lingkaran yang tidak ada akhirnya. Siklus sistem manajeman ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli manajemen kualitas dari Amerika Serikat yang bernama Dr. William Edwards Deming yang terdiri dari 4 (empat) langkah proses pengendalian kualitas, yaitu Perencanaan (Plan), Pelaksanaan (Do), Pemantauan (Check), dan Penyempurnaan (Act).

Siklus PDCA Deming

Source: http://teknikelektronika.com/


Berikut analisis program Monthly Safety Bulletin yang dijalankan oleh PT. Airline X dilihat berdasarkan siklus Deming:


1. Perencanaan (Plan)

Pada tahap PLAN ini akan di tetapkan Target atau Sasaran yang ingin dicapai dan Metode yang digunakan. Dalam tahap perencanaan ini juga dibentuk Tim Peningkatan Proses (Process Improvement Team) serta batas-batas waktu (jadwal) yang diperlukan untuk melakukan perencanaan-perencanaan yang telah ditentukan. Perencanaan terhadap penggunaan sumber daya lainnya seperti biaya dan alat-alat yang dibutuhkan juga perlu dipertimbangkan di sini.

Begitupun implementasinya pada program Monthly Safety Bulletin yang dilaksanakan oleh PT. Airline X, sebelum Monthly Safety Bulletin terbit juga terlebih dahulu menempuh tahap perencanaan ini. Dimulai dari menjadikan issue penerbitan Monthly Safety Bulletin menjadi salah satu agenda dalam rapat rutin internal department safety setiap tanggal 1 di awal bulannya (atau di hari pertama kerja di setiap awal bulannya) hingga penentuan tema yang akan diangkat pada edisi kali ini. Pada saat meeting ini juga dibahas target dan sasaran yang akan dicapai, apakah tetap sama dengan bulan sebelumnya atau akan ada pembaharuan.



2. Pelaksanaan (Do)

Tahap DO adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang telah direncanakan di tahap Plan termasuk menjalankan proses-nya, memproduksi serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang kemudian akan digunakan untuk tahap CHECK dan ACT.

Setelah tahap Plan menghasilkan kesepakatan maka dilanjutkan ke tahap Do ini, yang dilakukan adalah memberikan notifikasi kepada seluruh personil safety lainnya melalui email terkait tema bulletin edisi ini, agar semua department juga dapat memberikan tulisan berupa ide, artikel, tips, dan sebagainya. Setelah semua tulisan terkumpul maka dilakukanlah penulisan, penyuntingan, editing dan lainnya, sebagai proses penerbitan bulletin. Proses ini dilakukan oleh personil safety analisis yang merupakan subdepartement safety.

Setelah semua personil safety, termasuk vice president safety, setuju dengan bulletin yang telah dibuat oleh personil safety analisis, kemudian dilakukanlah publishing dengan mengirimkan Monthly Safety Bulletin ke seluruh personil PT. Airline X yang berada di seluruh Indonesia via email. Tetapi, beberapa copy Monthly Safety Bulletin juga dicetak menjadi hardcopy yang nantinya akan diletakkan di ruang tunggu head ofice dan beberapa tempat lainnya yang sering dikunjungi oleh para tamu PT. Airline X.



3. Pemantauan (Check)

Tahap CHECK adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap DO. Melakukan perbandingan antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang ditetapkan dan juga ketepatan jadwal yang telah ditentukan.

Pada program Monthly Safety Bulletin PT. Airline X. Pemantauan dilakukan dengan melihat email yang dikirim apakah ada notifikasi gagal kirim atau dengan menanyakan kepada karyawan lainnya secara random bagaimana tanggapan mereka terhadap Monthly Safety Bulletin yang telah bereda selama ini. Serta, ketika saat-saat tertentu dimana personil safety datang memantau tim lapangan lainnya di daerah-daerah, tim safetyy akan menanyakan secara langsung bagaimana menurut mereka isi yang ada di Monthly Safety Bulletin, pernahkan mereka membacanya, sejauh mana telah mereka laksanakan, dan tanggapan-tanggapan lainnya.



4. Penyempurnaan (Act)

Tahap ACT adalah tahap untuk mengambil tindakan terhadap hasil-hasil dari tahap CHECK. Terdapat 2 jenis tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain:

  1. Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap masalah yang dihadapi dalam pencapaian target, Tindakan Perbaikan ini perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah ditargetkan.
  2. Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk men-standarisasi-kan cara ataupun praktik terbaik yang telah dilakukan, Tindakan Standarisasi ini dilakukan jika hasilnya mencapai target yang telah ditetapkan.

Setelah sampai pada siklus "penyempurnaan", siklus ini akan kembali lagi ke tahap PLAN untuk melakukan peningkatan proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses yang terus menerus (Continuous Process Improvement).



Semoga bermanfaat,

Salam,



Contoh Program Promosi K3: Penerbitan "Monthly Safety Bulletin"

PT. Airline X merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa transportasi khususnya transportasi udara (penerbangan) untuk warga sipil dan cargo. PT. Airline X telah memiliki kurang lebih 22 kota destinasi penerbangan reguler di seluruh indonesia dan beberapa penerbangan charter baik dalam maupun luar negeri. Oleh karena tingginya jumlah penerbangan yang dijalankan oleh PT. Airline X ini maka faktor keselamatan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan lagi. Namun sayangnya saat ini budaya keselamatan ini masih banyak yang tidak mengindahkannya, bahkan termasuk karyawan pada perusahaan penerbangan itu sendiri. Sehingga, sangat dibutuhkan suatu program promosi keselamatan yang dapat mencakup semua personil pada PT. X baik yang ada di kator pusat maupun personil di lapangan.



Gambar hanya referensi - bukan yang benar digunakan oleh PT. Airline X

Source: https://issu.com


Salah satu safety program yang dilaksanakan oleh PT. Airline X ini adalah penerbitan Monthly Safety Bulletin. Program ini bertujuan untuk:
  1. Menjelaskan informasi, saran, tips keselamatan penerbangan dan kesadaran mengenai potensi risiko baik yang terkait dengan pengoperasian pesawatnya langsung maupun pada area sekitar pesawat (area ramp).
  2. Memberikan akses pembelajaran dari pengalaman dan gagasan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.
  3. Memberikan analisis-analisis dan gambaran isu terkini masalah keselamatan penerbangan sehingga setiap personil pada PT. Airline X, walaupun bukan personil safety, dapat mengerti pentingnya keselamatan.

Monthly Safety Bulletin dibuat dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan English. Divisi yang bertanggung jawab membuat dan menyebarkan (mendistribusikan) nya adalah safety department, namun materi dan masukannya bisa dari seluruh personel safety department ataupun dari divisi lainnya asalkan materi itu terkait dengan keselamatan penerbangan. Monthly Safety Bulletin merupakan program promosi yang bersifat rutin diberikan di setiap bulannya. Target dari program ini adalah seluruh personil PT. Airline X yang tersebar di seluruh Indonesia.


Sistem penerbitan Monthly Safety Bulletin adalah setiap awal bulan (tanggal 1-2 di setiap bulannya) akan dikirimkan notifikasi via email kepada seluruh safety personnel dan chief dari divisi lain untuk meminta materi, ide, isu-isu terbaru, ataupun saran terupdate untuk dijadikan bahan bulletin. Ide-ide, artikel, saran, dan sebagainya ini akan terkumpul pada email safety pada tanggal 3-4 di setiap bulannya. Kemudian personil safety akan melakukan analisis, editing, penulisan, dan sebagainya hingga bulletin siap terbit paling lama tanggal 10 di setiap bulannya. Agar seluruh target program ini menerimanya maka Monthly Safety Bulletin selain di cetak hardcopy tetapi juga dikirimkan (blast) via email kepada seluruh personil yang bekerja di airline X di seluruh Indonesia.
Untuk analisa penerapan Mothly Safety Bulletin ini dengan menggunakan pendekatan "PDCA Deming" dapat dibuka dengan meng-klik di sini.




Semoga bermanfaat,

Salam,
Anak KaTiga

Wednesday, March 28, 2018

Epidemiology of Accident Theory dalam K3





Teori epidemiologi injury dikembangkan oleh John E. Gordon dan James J. Gibson. Ia menjelaskan kecelakaan dapat terjadi akibat kegagalan interaksi antara agen, host dan environtment. Host disini merupakan manusia yang memiliki karakteristik sendiri-sendiri seperti umur, keahlian, attitude, cognitive & perspective, kondisi fisik, dan sebagainya. Sedangkan agen adalah segala sesuatu berupa benda yang berada diluar tubuh manusia yang dapat berisiko menimbulkan kecelakaan, seperti pisau yang tajam yang berkemungkinan menyebabkan luka sayat. Dan Environtment merupakan kondisi lingkungan sekitar tempat kerja.

Teori epidemiologi injury ini dalam aplikasinya kemudian dikembangkan lagi oleh Dr William Haddon Jr. ia mengajukan framework untuk menggambarkan penyebab kecelakaan dan tindakan penanggulangan terkait keselamatan di jalan raya. Framework ini biasa dikenal dengan Haddon Matriks. Sehingga, matriks inilah yang digunakan untuk menilai suatu injury yang terjadi dan mengidentifikai metode pecegahan yang digunakan.



Semoga Bermanfaat,

Salam,

SHELL Model dalam K3

Jika teori- teori sebelumnya lebih menjelaskan mengenai kesalahan sistem sistem secara makro menjadi penyebab suatu kecelakaan, Dalam SHELL model ini menjelaskan mengenai individu sejatinya akan bertindak selamat karena setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut model ini, penyebab kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor. Karena karakteristik yang berbeda-beda tersebut maka manusia harus dapat beradaptasi dan mencocokan dengan beberapa faktor yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak terjadi kecelakaan sehingga tidak hanya manusia saja yang menjadi penyebab utama kecelakaan.
Faktor-faktor tersebut anatara lain:
  • Software ( prosedur)
  • Hardware (mesin atau alat yang digunakan)
  • Environment (lingkungan)
  • Lifeware 1(manusia)
  • Lifeware 2 (manusia)


Source: https://image.slidesharecdn.com/part3


Jadi, menurut teori ini kelima faktor tersebut harus saling melengkapi satu sama lain (match) agar tidak terjadi kecelakaan dan yang menjadi pusatnya yaitu manusia dimana terdapat adanya interaksi antara lifeware 1 dengan lifeware 2 (interaksi antara manusia dengan manusia) , lifeware1 dengan software (interaksi manusia dengan prosedur atau SOP), lifeware 1dengan hardware (interaksi manusia dengan mesin yang digunakannya), dan lifeware 1 dengan environment (interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya). Setelah terjadi kecocokan diantara setiap faktor-faktor tersebut maka kemungkinan terjadinya kecelakaan akan lebih sedikit.


Source: https://image.slidesharecdn.com/part3

Semoga Bermanfaat,

Salam,
Anak KaTiga

Swiss Cheese Model - Teori Human Factors Keselamatan Kerja

Swiss Cheese Model ini dikembangkan oleh James Reason pertama kali pada tahun 1990. Model ini menjelaskan tentang kegagalan sistem, bahwa terjadinya kecelakaan tidak serta merta merupakan kesalahan personal namun ada faaktr lain dalam sistem. Secara gambaran umum tujuan dari model ini hampir sama dengan yang dijelaskan oleh Frank E. Bird dalam domino teorinya. Konsep dasar model ini menjelaskan bahwa kecelakaan organisasi disebabkan oleh pengambilan keputusan yang salah yang dibuat oleh Top Manajemen. Adanya kebijakan yang salah ini, kemudian ditambah dengan kekurangan line management, unsafe act yang kemudian berinteraksi dengan local event dan adanya pertahanan yang memadai, maka terjadilah kecelakaan. Dalam perkembangannya model pertahanan dengan adanya lubang lubang yang menggambarkan laten failure yang berasal dari management ini lah menjadi peluang terjadinya kecelakaan dengan adanya psycological precusor, unsafe act maupun aspek pencetus terjadinya kondisi yang tidak biasa. Kemudia perkembangan selanjutnya disadari bahwa dalam setiap proses / faktor dalam organisasi berpeluang menciptakan latent pathogens, suatu kondisi yang pada saat tertentu dapat berkontribusi dalam terjadinya suatu accident. Latent failure dapat mempengaruhi aspek lain dalam suatu organisasi, sehingga tercipta latent failure yang lain, tetapi dapat pula secara langsung mempengaruhi defence secara langsung sehingga timbul suatu accident.

Contoh kasus yang dilihat berdasarkan teori ini adalah seperti gambar ilustrasi berikut:


Source: http://images.slideplayer.com/27/9078244/slides/slide_49.jpg 

Pada perkembangan terakhir reason menggambarkan defence/ barrier seperti layaknya multiple swiss cheese. Defences ini tidak ada yang sempurna kesemuanya memiliki limitasi, kesemuanya memiliki peluang berupa active failure maupun latent condition yang tercermin sebagai holes. Seperti halnya swiss cheese, holes tersebut terkadang terbuka, terkadang melebar, terkadang menyempit bahkan terkadang berpindah dari tempat kedudukannya. Loss/ accident terjadi bila kesemua defences/ barrier memiliki besarnya holes yang mengakibatkan accident. Perubahan dari model sebelumnya :

  • Masing-masing defences/ barrier tidak spesifik, tergantung masing-masing proses, tidak dibatasi apakah berasal dari mangement, unsafe act dsb seperti pada model sebelumnya.
  • Penggunaan kata latent condition, bukan latent failure, karena kondisi bukanlah sebab terjadinya suatu kecelakaan, tetapi kondisi merupakan faktor penting bagi penyebab untuk terjadinya kecelakaan

Semoga Bermanfaat,

Salam,


Teori Domino Heinrich dan Frank E Bird

Untuk memahami bagimana dan apa alasan seseorang mau atau tidak mau berperilaku selamat dalam bekerja, ada beberapa pendekatan teori atau model yang dapat menjelaskannya. Terdapat beberpa pandangan ahli mengenai sebab-sebab individu berperilaku selamat :


A) Teori Domino Heinrich

Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh rantai peristiwa berurutan seperti domino jatuh dan ketika salah satu domino jatuh, memicu kecelakaan yang berikutnya. Lima faktor kecelakaan berurutan yang menyebabkan cedera:
  • Social Environment and Ancestry
  • Fault of Person
  • Unsafe Act and/or Unsafe Condition
  • Accident
  • Injury



Source: http://docplayer.net/docs-images/27/11836037/images/27-0.png


Dalam teri domino ini pencegahan kecelakaan berfokus pada penghilangkan faktor utama (the central factor), yaitu tindakan tidak aman atau bahaya, yang mendasari 98% dari semua kecelakaan. Heinrich beranggapan bahwa kecelakaan dapat dicegah dengan menghilang kedua faktor, yaitu meniadakan unsafe act dan unsafe condition. Atau dengan kata lain dengan cara mengendalikan situasinya (thing problem) dan masalah manusianya (people problem). Sayangnya teori ini terlalu melimpahkan kesalahan pada manusia dan kecelakaan bisa terjadi hanya karena ada kesalahan manusia. Namun dibalik kekeurangan Heinrich dalam teorinya, Heinrich melihat adanya sejumlah faktor yang memunculkan efek domino kondisi yang menyebabkan kegiatan pekerjaan menjadi tidak aman. Teori Domino Heinrich ini juga menjadi teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja karena kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.



B) Teori Domino Frank E. Bird

Teori yang dipaparkan oleh Frank E. Bird lahir akibat dari modifikasi teori Heinrich, secara umum pendekatan teoi ini hampir sama dengan teori domino sebelumnya, Fokus utama teori ini dikemukakan bahwa kecelakaan terjadi karena adanya kesalahan pada manajemen sistem. Frank E. Bird dan Robert G. Loftus mengembangkan model tersebut sebagai berikut: 
  • Lack of Control dan Management, yaitu kelemahan fungsi-fungsi management Leadership, pengawasan, standard kerja, standard performance, correction error.
  • Basic Concepts dan Origins, yaitu pengetahuan dari pekerja, skill, motivation, physical or capability work problems. 
  • Immediate Causes dan Sympton, yaitu unsafe acts dan unsafe condition
  • Accident dan Contact, yaitu kecelakaan yang terjadi. 
  • Injury Damage dan Loss, yaitu cidera/kecelakaan dan kehilangan property.

Source: http://handikamaulana.blogspot.co.id/2015/05/teori-kecelakaan-kerja.html


Teori Domino Frank E. Bird sudah lebih kompleks menjelaskan bahwa perilaku manusia ini sebagai subsistem kerja. Kecelakaan terjadi karena ada  ‘sesuatu’ yang salah pada sistem (lack of control). Frank E.Bird dalam teorinya juga tidak serta merta menyalahkan manusia sebagai faktor utama dalam suatu kejadian kecelakaan karena menurut beliau pada dasarny tidak ada seorang pekerja atau manusia yang menginginkan adaanya kecelakaan, dalam hal ini beliau sangat memperhatikan sunsistem lain. Teori ini melihat penyebab kecelakaan ini secara makro, sehingga dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi akar masalah itu secara sistemik sehingga dapat menghasilkan peningkatan secar berkelanjutan.



Semoga Bermanfaat,

Salam,
Anak KaTiga



Teori Human Factors dalam Keselamatan Kerja




Source: http://www.safetyshoe.com/file/2016/07/faktor-manusia-300x188.jpg


Keselamatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan rangkaian program yang menggunakan ilmu terapan atau aplikatif yang bertujuan untuk menciptakan sistem kerja yang selamat serta keselamatan bagi individu atau dengan kata lain kesalamatan kerja itu merupakan suatu conceptual frame work yang digunakan untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah yang timbul dalam pekerjaan terkait dengan manusia. Dengan pendekatan K3 diharapkan kerugian (loss) yang berasal dari hubungan atau kontak antara bahaya dengan manusia. Kontak antara bahaya dengan manusia ini dapat terjadi akibat ketidaksesuaian antara manusia dengan peralatan yang dipakai, dapat juga terjadi karena ketidak sesuaian antara manusia dengan lingkungannya atau bahkan antara mansia dengan manusia itu sendiri. Ketiga hal tersebut mempunyai keterikata satu sama lain. Untuk mencegah risiko akibat ketidaksesuaian hubungan antara ketiga kompone tersbut dibutuhkan pengendalian.

Pengendaliannya tentu saja membutuhkan sistem manajemen yang terdiri dari engineering pada peralatan, administration berupa prosedur serta pengembangan kompetensi serta behavior yang merupakap sikap atau prilaku dari manusia itu sendiri. Dari ketiga komponen tesebut, manusia dalam hal ini merupakan faktor kunci yang secara langsung berhubungan dengan kedua faktor lain yaitu perlatan dan lingkungan, hal ini dikarenakan manusia merupakan satu-satunya unsur yang paling flexibel oleh karena itu dengan adanya interaksi antara manusia dan dua komponen lainnya akan menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan budaya kerja. Oleh karena hal tersebut juga manusia secara tidak langsung selalu rentan dikatakan sebagai sumber dari kecelakaan kerja, pdahal sebenarnya manusia tidak serta merta menjadi penyebab dari kecelakaan tersebut.

Seberapa besar pengaruh manusia dalam kontribusinya sebagai salah satu penyebab kecelakaan dijelaskan dalam sebuah teori yang disebut dengan The Human Factor Theory. Teori ini menjelaskan bahwa kecelakaan sebagai suatu rantai kejadian yang disebabkan oleh human error (keslahan manusia). Kesalahan manusia ini dapat terjadi karena overload, inappropiate responses dan inappropiate activities. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi manusia dapat melakuakan sebuah kesalahan, kita mendapatkan suatu benang merah yaitu prilaku dari manusia itu sendiri menjadi dasar mereka dalam melakukan tindakan.

Prilaku manusia juga mempengruhi perubahan-perubahan yang dilakukan untuk menjadikan manusia itu menjadi lebih baik. Berikut akan dijelaskan beberapa teori dan model yang berhubungan dengan perilaku selamat (safety behavior) tujuannya adalah untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi manusia dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat menghindarkan manusia itu sendiri dari kesalahan atau kecelakaan yang berakibat pada fatality.

Macam-macam teori human factors tersebut adalah (penjelasannya dapat Anda klik pada masing-masing teori ini):

  1. Teori Domino Heinrich dan Teori Domino Frank E. Bird
  2. Swiss Cheese Model 
  3. Shell Model
  4. Epidemiology of Accident Teori


Dari keempat teori  diatas, maka tiga diantaranya lebih melihat kecelakaan terjadi akibat adanya interaksi dalam suatu system yang gagal. Dan yang melihat kecelakaan yang berasal dari indvidu hanya satu teori, yaitu teori domino. Penyebab terjadinya kecelakaan atau sakit yang utama adalah bukan hanya kesalahan individu, tetapi banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku selamat dan perilaku sehat manusia tersebut.

Dari waktu kewaktu ditemukan teori dan model yang terus berkembang. Dapat dilihat dari teori yang awalnya menempatkan manusia sebagai pemberi kontribusi terbesar pada kecelakaan sampai dengan paradigma sekarang bahwa kecelakan juga merupakan permasalahan organisasi, bukan individu saja. Lebih baik membuat pertahanan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dari pada mencari penyebab kecelakaan.

Perubahan-perubahan pendapat pada teori dan model tersebut menunjukkan bahwa terjadi juga perubahan cara berpikir dalam melihat suatu permasalahan kecelakaan dan sakit yang tadinya dilihat secara linier dengan mencari penyebab (single causes) saja, tetapi kemudian permasalahan tersebut dilihat juga secara sistemik (manusia, organisasi, dan teknologi). Teori dan model bukan tools dalam melakukan suatu investigasi kecelakaan, tetapi merupakan acuan dalam membuat tools.




Semoga Bermanfaat,

Salam,

Tuesday, March 27, 2018

Eksposur (exposure/pajanan) dalam K3

Exposure dalam dunia keselamatan dan kesehatan kerja maksud intinya adalah kontak antara segala benda berbahaya (agent), baik bahaya kimia, fisik, maupun biologik, dengan bagian tubuh luar pekerja (host) seperti mulut, kulit, mata, hidung, dan telinga.

Saat tubuh kontak dengan hazard tersebut maka sering disebut dengan pekerja terpajan oleh hazard.
Namun perlu diperhatikan juga dengan adanya istilah lain yang mirip dengan terpajan, yaitu terpapar. Apakah ini berbeda?..
Ya terpajan dan terpapar dalam K3 maksudnya berbeda.

  • Pajanan merupakan proses kontaknya antara agent dengan host. 
  • Paparan merupakan pengalaman/akibat yang didapat akibat terjadinya kontak (pajanan). Tingkat keparahan paparan dapat dilakukan pengukurannya baik secara kuantitatif (dengan mengukur secara langsung kadar agent yang sudah masuk kedalam tubuh, misalnya dengan pemeriksaan darah, dll) maupun kualitatif (dengan melakukan wawancara atau observasi dan pengisian kuesioner kepada pekerja yang terpapar agent). Ilmu yang mempelajari lebih mendalami kajian masalah paparan suatu agent ini ada pada ilmu epidemiologi.

Source: http://www.med.uottawa.ca/sim/data/Images/Agent_host_environment.jpg


Pertimbangan dalam pengkajian pajanan agent yang masuk kedalam tubuh host adalah:
  1. Likelihood Exposure
    Disini dilihat kebiasaan si-agent memajan host paling potensial melalui jalur apa, kebiasaan baik agent maupun host yang seperti apa sehingga baru dapat menimbulkan risiko, dansebagainya
  2. Magnitude of Exposure
    Dikaji risiko yang dapat mungkin muncul dari berbagai variasi dosis agent saat masuk kedalam tubuh
  3. Route of Entry
    Dilihat risiko yang dapat muncul apabila agent masuk kedalam tubuh host melalui mulut, hidung, kulit, mata, dan telinga
  4. Population Expose
    Disini dikaji siapa-siapa saja yang berpeluang besar terpajan agent-agent berbahaya tersebut.

Semoga bermanfaat,

Salam,

Thursday, March 22, 2018

Apa itu Higiene Industri ?

Dalam dunia K3 sering sekali kita mendengar kata-kata industrial hygiene atau higiene industri atau HI. Apa itu?

"Industrial hygiene is that science and art devoted to the anticipation, recognition, evaluation, and control of those environmental factors or stresses arising in or from the workplace that may cause sickness, impaired health and well-being, or significant discomfort among workers or among the citizens of the community."
Reference : Fundamental of Industrial Hygiene 4nd Edition

Jadi pengertian dari hygiene industri adalah ilmu dan seni yang mempelajari tentang bagaimana melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian secara terus menerus terhadap bahaya apapun yang dapat muncul dari lingkungan kerja, dimana nantinya sumber hazard itu dapat berisiko menimbulkan kesakitan, penurunan kesejahteraan, dan ketidaknyamanan dalam bekerja, baik itu ketidaknyamanan antar pekerja atau pekerja dengan sistem yang ada dalam perusahaan.

Orang yang melaksanakan higiene industri ini disebut Industrial Hygienist (IH) dengan berbagai jenjang sertifikasi, yaitu:
  1. HIU adalah Industrial Hygienist yang sudah memegang sertifikat Higiene Industri Utama 
  2. HIMU adalah Industrial Hygienist yang sudah memegang sertifikat Higiene Industri Muda. Sertifikat ini biasanya banyak dimiliki oleh Industrial Hygienist yang masih baru bergabung dalam bidang higiene industri.





Seorang IH juga harus mampu membuat perhitungan koreksi untuk mengontrol hazard kesehatan dengan cara mengurangi atau menghilangkan eksposur, misalnya dengan mengganti zat berbahaya dengan zat yang kurang berbahaya, merubah proses, memasang sistem ventilasi udara, housekeeping yang baik, dan penggunaan alat pelindung diri (APD).

Jika dilihat dari hirarki pengendalian bahaya, seperti yang sudah dijelaskan dalam artikel sebelumnya (klik disini), higiene industri banyak "bermain" dalam langkah ke 3 (engineering control) dan langkah ke 4 (administrative control) untuk menurunkan risiko dari hazard yang ada, dengan menggunakan konsep AREP (Antisipasi, Rekognisi, Evaluasi dan Pengendalian) atau AREC dalam bahasa inggris (Antisipation, Recognition, Evaluation, and Control). Empat langkah ini dilakukan secara berkelanjutan, berkala dan terus menerus, bahkan saat perusaahan sudah mencapai zero accident, AREP tetap dijalankan agar dapat mempertahankan keadaan tanpa ada celaka tersebut.

Seorang IH harus ikut terlibat dalam monitoring dan analisis yang dibutuhkan untuk mendeteksi besaran eksposur, engineering, dan metode lain untuk meminimalisir hazard. Pemahaman ini diperoleh melalui training, pengalaman, dan pengukuran kuantitatif terhadap agen kimia, fisika, biologi, dan ergonomi.

Program IH yang efektif melibatkan antisipasi dan rekognisi hazard kesehatan yang timbul dari proses dan operasional kerja, evaluasi dan pengukuran besaran hazard, dan pengendalian hazard. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab dari manajemen perusahaan.


Semoga Bermanfaat,

Salam

5 Level of Prevention dalam K3

5 level of prevention dalam k3 biasa dikenal juga dengan "hirarki pengendalian" atau "hirachy of control". Apa itu?

Hirarki pengendalian adalah urutan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurasi risiko incident dan accident dalam suatu aktivitas pekerjaan. Langkah pertama lebih diutamakan dibanding langkah yang paling akhir, karena langkah pertama adalah cara meminimalisir risiko paling efektif dibanding langkah paling akhir. Jika langkah pertama tidak memungkinkan, maka langkah kedua dapat dilaksanakan, dan apabila langkah kedua juga tidak memungkinkan dilakukan maka lanjut dilakukan langkah ke tiga, begitu seterusnya hingga langkah paling akhir. Jadi jangan dibalik dengan melakukan langkah akhir sebelum memikirkan dan mengusahakan langkah pertama, kedua, ketiga dan keempat.

source: https://bp.blogspot.com/hierarchycontrols.jpg



5 level of prevention ini adalah:
  1. Eliminasi (penghilangan)
    Langkah pencegahan kecelakaan kerja paling efektif dilakukan dengan mengeliminasi benda yang berisiko menimbulkan bahaya tersebut. Ya tentu saja, dengan menghilangkan sumber bahaya maka jelas risiko kecelakan menjadi nyaris tidak ada. Oleh karena itu, langkah ini merupakan langkah paling efektif mengontrol bahaya ditempat kerja. Contoh kegiatan yang dilakukan pada langkah ini misalnya, di suatu area kerja terdapat hazard bising yang bersumber dari speaker di suatu ruang kerja, setelah dikaji dan ditimbang sepertinya speaker ini tidak memiliki fungsi terlalu signifikan dalam proses kerja disini, maka speaker ini dapat di eliminasi saja dari ruang kerja dan tidak digunakan lagi. Maka sumber hazard sudah terkendali.
       
  2. Substitusi (pergantian)
    Namun apabila ternyata sumber hazard tersebut merupakan bahan /alat kerja utama yang digunakan dalam pekerjaan dan tidak dapat dihilangkan begitu saja, maka ada langkah pengendalian berikutnya yang dapat dilakukan, yaitu mengganti si sumber bahaya dengan bahan/alat lain yang fungsinya sama atau mendekati tetapi less risk. Seperti penggunaan atap dari asbes, yang sekarang penggunaannya sudah dilarang karena risiko kesehatan penggunaan asbes sangat berbahaya, sehingga banyak diganti dengan atap yang terbuat dari genteng tanah liat yang juga dapat menyerap panas, genteng keramik, kaca, dsb.
       
  3. Enginering Control (perancangan / modifikasi / pengendalian tekhnikal)
    Langkah pencegahan ketiga ini adalah langkah yang paling sering dilakukan ditempat kerja, karena kita dapat meminimalisir bahaya yang ditimbulkan alat kerja, namun tidak perlu menghilangkan atau menggantikannya dengan alat kerja lain melainkan hanya menambahkan beberapa alat lain sebagai penghalang agar sumber hazard tidak memajan pekerja. Atau mudahnya, enginering control adalah pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.  Contoh pemasangan peredam pada mesin yang menjadi sumber bising, menginstalasi sistem ventilasi yang baik, memodifikasi alat kerja menjadi lebih mudah digunakan, memasang teralis pembatas pada benda-benda bergerak, dsb
       
  4. Administrative Control (pengendalian administrasi / peringatan / warning system)
    Langkah ketiga akan sangat efektif apabila dilakukan bersamaan dengan langkah ke empat, yaitu langkah administratif. Pada langkah ini pengendalian lebih banyak dilakukan dengan memodifikasi cara interaksi pekerja dengan lingkungan kerjanya dimana tujuannya agar si-pekerja dapat lebih waspada, hati-hati, dan juga pihak pemberi kerja juga perlu membekali pekerja dengan menambah pengetahuan pekerja tentang keselamatan dan kesehatan di bagian tempat kerja masing-masing. Langkah yang dilakukan diantaranya dengan memberikan petunjuk-petunjuk, tanda, label, spanduk ajakan keselamatan kerja, memberikan SOP kerja, memberikan pekerja pelatihan rutin, mengatur jadwal dan shift kerja, serta pengawasan dan evaluasi dari atas sangat mempengaruhi langkah pengendalian ini berjalan dengan baik.
       
  5. PPE (personal protective equipment / APD / alat pelindung diri)
    APD merupakan langkah pencegahan paling terakhir, dimana artinya pencegahan menggunakan APD ini adalah pencegahan yang paling kurang efektif dibanding 4 langkah sebelumnya. Namun apabila 4 langkah diatas memang tidak bisa dijalankan, atau telah dilakukan namun belum mengontrol risiko keselamatan dan kesehatan kerja secara sempurna, maka menambahkan prevention penggunaan APD akan jauh lebih baik, namun jangan menjadikan APD satu-satunya jalan atau menjadi langkah utama untuk mencegah risiko K3. Pengendalian bahaya dengan menggunakan APD tersebut adalah pengendalian bahaya dengan cara memberikan alat perlindungan tambahan pada diri pekerja yang digunakan saat bekerja dan juga saat berada di area kerja (walaupun hanya untuk tujuan memantau bawahan).  Contoh APD misalnya penggunaan earplug, masker, kacamata pelindung, sepatu safety, helem safety, vest, glove, dsb

Semoga bermanfaat,

Salam

Rekomendasi Artikel Lain Untuk Anda: